Penghargaan atau hukuman
menanamkan nilai-nilai moral keagamaan, sikap dan perilaku juga memerlukan
pendekatan atau metode dengan memiliki penghargaan (hadiah) atau hukuman.
Penghargaan perlu diberikan kepada anak yang memang harus diberikan penghargaan
karena prestasinya dan berkelakuan baik. Metode ini secara tidak langsung juga
menanamkan etika perlunya menghargai orang lain. Sebagai contoh, orang tua akan
lebih arif jika anaknya (perempuan atau laki-laki) yang membantu dirumah
diucapkan “terima kasih”, pembantu yang menyediakan air atau makanan diucapkan
terima kasih, juga istri yang menyiapkan masakan, atau sarapan apapun
bentuknya, diucapkan terima kasih.
Penghargaan juga perlu diberikan
kepada anak (kecil atau belum balig) yang berpuasa ramadhan atau shalat
tarawih. Semakin banyak puasa dan shalat tarawihnya, semakin banyak hadiah yang
diberikan. Tetapi sebaliknya, anak yang tidak berpuasa dan tarawih harus
ditegur dan diberi hukuman, bila perlu diberikan sanksi sesuai dengan tingkat
usianya. Rasulullah saw berpesan agar orang tua menyuruh anaknya shalat pada
usia 7 tahun, dan bila sampai usia 10 tahun masih belum juga shalat, hendaknya
diberikan hukuman berupa peringatan keras “pukullah”. Muruu aulaadakum bissolaati
wahum abnaau sab’I siniina wadhribuuhum a’laihaa wahum abnaau a’syrin
wafarrikuu bainahum pilmadooji’I (rowahu alhakim wa abu dawud) yang artinya:
Suruhlah anak-anakmu (prempuan dan laki-laki) menjalankan shalat jika mereka
sudah berusia 7 tahun, maka pukullah mereka jika tidak mau melaksanakanya dan
pisahkanlah tempat tidur mereka. (H.r.al-Hakim dan Abu Daud).
Pendidikan melalui pembiasaan
Pengasuhan dan pendidikan
dilingkungan keluarga lebih diarahkan kepada penanaman nilai-nilai moral
keagamaan, pembentukan sikap dan perilaku yang diperlukan agar anak-anak mampu
mengembangkan dirinya secara optimal. Penanaman nilai-nilai moral agama ada
baiknya diawali dengan pengenalan symbol-simbol agama, tata cara ibadah
(shalat), bacaan al-quran, doa-doa dan seterusnya. Orang tua diharapkan
membiasakan diri melaksanakan shalat, membaca al-Quran, dan mengucapkan kalimah
thayyibah.Pada shalat berjamaah anak-anak belajar, mengenal dan mengamati
bagaimana membacanya, bagaimana menjadi makmum, imam,
muazin, iqamat, salam dan seterusnya.
Karena dilakukan setiap hari, anak-anak
mengalami proses internalisasi, pembiasaan dan akhirnya menjadi bagian dari
hidupnya. Ketika shalat telah terbiasa dan menjadi bagian dalam hidupnya, maka
dimanapun mereka berada ibadah shalat tidak akan ditinggalkan. Kalau tidak
shalat mereka merasakan ada sesuatu yang hilang dan merasa bersalah. Bagi dia,
orang yang meninggalkan shalat adalah orang yang tidak tahu berterima kasih
kepada tuhan sang pencipta.
Karenanya Al-Qur’an menegaskan
perintah melaksanakan ibadah salat: wa’mur ahlaka bissolaati wastobir a’laihaa
Artinya: Dan perintahkanlah kepada keluargamu (istri/suami dan anak-anakmu)
mendirikan salat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakanya. (Q.s.Thaha/20” 132).
Dalam hadis rasulullah saw menganjurkan untuk membiasakan salat (berjamaah) dan
membaca al-Qur’an dirumah sebagai bagian dari usaha mengkondisikan lingkungan
pendidikan keluarga.
Penddikan dengan keteladanan
Anak-anak khususnya pada usia
dini selalu meniru apa yang dilakukan oleh orang di sekitarnya. Apa yang
dilakukan orang tua akan ditiru dan diikuti anak. Untuk menanamkan nilai-nilai
agama, termasuk pengalaman agama, terlebih dahulu orang tua harus salat, bila
perlu berjamaah. Untuk mengajak anak membaca Al-Qur’an terlebih dahulu orang
tua membaca Al-Qur’an. Metode keteladanan memerlukan sosok pribadi yang secara
visual dapat dilihat, diamati, dan dirasakan sendiri oleh anak, sehingga mereka
ingin menirunya.Kalau orang tua akan mengajarkan cara makan yang baik, maka
dapat melalui makan bersama Anak.