“Perlukah Umat Islam Merayakan Ulang Tahun” ketegori Muslim. Assalamualaikum Warahmatullah Wabarakatuh
Saya ingin bertanya, bolehkah umat Islam merayakan ulang tahun, dan bolehkan kita memakan pemberiannya? Mohon dijelaskan.
Wasalamu alaikum Wr. Wb.
Mayura
Jawaban
Assalamu ‘alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,
Pembahasan boleh tidaknya masalah ulang tahun seseorang atau organisasi memang tidak disinggung secara langsung dalam dalil-dalil syar‘i. Tidak ada ayat Al-Quran atau hadits Nabawi yang memerintahkan kita untuk merayakan ulang tahun, sebagaimana sebaliknya, juga tidak pernah ada larangan yang bersifat langsung untuk melarangnya.
Pembahasan boleh tidaknya masalah ulang tahun seseorang atau organisasi memang tidak disinggung secara langsung dalam dalil-dalil syar‘i. Tidak ada ayat Al-Quran atau hadits Nabawi yang memerintahkan kita untuk merayakan ulang tahun, sebagaimana sebaliknya, juga tidak pernah ada larangan yang bersifat langsung untuk melarangnya.
Sehingga
umumnya masalah ini merupakan hasil ijtihad yang sangat erat kaitannya
dengan kondisi yang ada pada suatu tempat dan waktu.
Artinya,
bisa saja para ulama untuk suatu masa dan wilayah tertentu memandang
bahwa bentuk perayaan ini lebih banyak mudharat dari manfaatnya. Namun
sebalik, bisa saja pendapat ulama lainnya tidak demkian, bahkan mungkin
ada hal-hal positif yang bisa diambil dengan meminimalisir dapak
negatifnya.
Mengapa demikian? Karena memang tidak didapat nash
yang secara sharih melarang atau membolehkannya. Tidak terdapat dalam
sunnah apalagi dalam Al-Quran. Sehingga dalam satu majelis yang di
dalamnya duduk para ulama, perbedaan sudut pandang pun bisa saja
terjadi, tergantung dari sudut pandang mana seorang melihatnya.
Pendapat yang Mengharamkan
Sebagian
ulama yang berfatwa mengharamkan perayaan ulang tahun, berijtihad dari
dalil-dalil yang bersifat umum. Misalnya, dalil-dalil yang melarang umat
Islam meniru-niru perbuatan orang-orang kafir. Sebagaimana sabda
Rasulullah SAW:
من تشبه بقوم فهو منهم
Siapa yang menyerupai suatu kaum, maka termasuk mereka
Kiranya
para ulama itu memandang bahwa perayaan ulang tahun itu identik dengan
perilaku orang-orang kafir. Sehingga mereka mengharamkan umat Islam
untuk merayakannya secara ikut-ikutan.
Selain itu, oleh sebagian
ulama, seringkali acara ulang tahun disertai dengan banyak kemaksiatan.
Seperti minuman keras, pesta musik, joget, dansa, campur baur laki-laki
dan wanita. Bahkan banyak yang sampai meninggalkan shalat dan kewajiban
lainnya. Seringkali juga pesta-pesta itu sampai melupakan niat utama,
tergantikan dengan semangat ingin pamer dan menonjolkan kekayaan.
Sehingga menimbulkan sifat riya’ dan sum’ah pada penyelenggaranya.
Yang Cenderung Membolehkan
Adapun
sebagian lainnya dari para ulama, mereka cenderung membolehkan ulang
tahun. Dengan landasan dasar bahwa ulang tahun bukanlah ibadah ritual.
Sehingga selama tidak ada larangannya yang secara langsung disebutkan di
dalam nash Quran atau sunnah, hukum asalnya adalah boleh. Sesuai dengan
kaidah al-ashlu fil asy-yaa’i al-ibahah. Bahwa kaidah dasar dari
masalah muamalahadalah kebolehan, selama tidak ada nash yang secara
tegas melarangnya.
Adapun alasan peniruan orang kafir, dijawab
dengan argumen bahwa tidak semua yang dilakukan oleh orang kafir haram
dikerjakan. Hanya yang terkait dengan peribadatan saja yang haram,
adapun yang terkait dengan muamalah, selama tidak ada nash yang langsung
melarangnya, hukumnya tidak apa-apa bila kebetulan terjadi kesamaan.
Misalnya,
kebiasaan pesta pasca panen di suatu negeri yang masih kafir. Apakah
bila ada kebiasaan yang sama di suatu negeri muslim, dianggap sebagai
bentuk peniruan? Tentu tidak, sebab hal itu dipandang sebagai ‘urf yang
lazim, tidak ada kaitannya dengan wilayah kekufuran atau kebatilan.
Para
ulama dari kelompok ini cenderung menetapkan ‘illat haramnya peniruan
pada orang kafir berdasarkan titik keharamannya. Bukan semata-mata
dilakukan oleh mereka. Misalnya, kebiasaan orang kafir memberikan sesaji
kepada gunung yang mau meletus, maka hukumnya haram bagi muslimin untuk
melakukannya.
Adapun bila ada nash secara langsung dari
Rasulullah SAW untuk tidak meniru suatu perbuatan tertentu, maka wajib
bagi tiap muslim untuk mengikuti perintah beliau. Misalnya, larangan
Rasulullah SAW bagi umat Islam untuk mencukur jenggot dan memelihara
kumis, sebab dianggap menyerupai orang kafir. Maka larangan itu tetap
berlaku, meski pun orang kafir sendiri telah merubah kebiasaannya.
Beberapa Pertimbangan
Bila
kita ingin meletakkan hukum merayakan ulang tahun, kita harus membahas
dari tujuan dan manfaat yang akan didapat. Apakah ada di antara tujuan
yang ingin dicapai itu sesuatu yang penting dalam hidup ini? Atau
sekedar penghamburan uang? Atau sekedar ikut-ikutan tradisi?
Yang
kedua, apa manfaat acara seperti itu? Adakah sesuatu yang menambah
iman, ilmu dan amal? Atau menambah manfaat baik pribadi, sosial atau
lainnya?
Yang ketiga, adakah dalam pelaksanaan acara seperti itu maksiat dan dosa yang dilanggar?
Yang
keempat, bila ternyata semua jawaban di atas positif, dan acara seperti
itu menjdi tradisi, apakah tidak akan menimbulkan salah paham pada
generasi berikut seolah-olah acara seperti ini harus dilakukan? Hal ini
seperti yang terjadi pada upacara peringat hari besar Islam baik itu
kelahiran, isra` mi`raj dan sebagainya.
Jangan sampai dikemudian
hari, lahir generasi yang menganggap perayaan ulang tahun adalah sesuatu
yang harus terlaksana. Bila memang demikian, bukankah kita telah
kehilangan makna?
Wallahu a‘lam bis-shawab. wassalamu ‘alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,
0 comments:
Post a Comment