Situasi Kota Pontianak, Kalimatan Barat saat ini dalam kondisi mencekam. FPI Pontianak, diinformasikan sedang diserang warga Dayak, bahkan dikabarkan kedua kubu saat ini dalam kondisi sudah berhadap-hadapan.
Pontianak – KabarNet: Situasi Kota Pontianak, Kalimatan Barat saat ini dalam kondisi mencekam. FPI Pontianak, diinformasikan sedang diserang warga Dayak, bahkan dikabarkan kedua kubu saat ini dalam kondisi sudah berhadap-hadapan. Tepatnya pada waktu ashar tadi, Kamis (15/3/12), Sultan Pontianak pun ikut turun ke lapangan ditengah-tengah warga muslim yang sedang berhadapan dengan warga Dayak dari luar Pontianak yang akan menyerang.
Saat ini massa Umat Islam dan FPI
telah berkumpul di lapangan YARSI, demikian pula ribuan warga Dayak,
bahkan diberitakan sejumlah kendaraan truk telah berkumpul di Rumah
Betang Pontianak (sebelumnya tertulis 200 truk). Pihak Aparat harus segera merespon keadaan ini sebelum timbul kerusuhan besar yang bernuansa SARA. Hingga berita ini diturunkan, belum ada keterangan dari pihak aparat. Demikian informasi yang diterima KabarNet beberapa saat lalu.
Gejala keributan ini
sudah terindikasi sejak beberapa hari lalu. Aksi tersebut adalah
kelanjutan dari aksi hari sebelumnya. Kemarin, puluhan mahasiswa Dayak
melakukan aksi dengan memasang spanduk penolakan terhadap FPI. Umat
Islam Kalbar tidak terima dengan kelakuan sekelompok mahasiswa itu.
Lantas mereka menurunkan spanduk-spanduk penolakan terhadap FPI,
sehingga terjadilah konflik antara mahasiswa Dayak yang telah
terprovokasi dengan umat Islam Dayak..
Setelah mahasiswa Dayak itu mundur karena
jumlah mereka sedikit, ternyata sekitar seribu warga Dayak yang sudah
disiapkan, balik menyerang umat Islam. Orang Dayak yang membawa senjata
tajam itu berkumpul di daerah Sungai Jawi, Pontianak Barat, Rabu
(14/3/2012) sekitar pukul 17.00 WIB.
Sebelumnya, Voa-Islam.COM
memberitakan. Rabu malam (14/03/2012), Kota Pontianak mencekam.
Jalan-jalan utama menuju kota Pontianak diblokir oleh ratusan TNI dan
Polri. Kejadian ini dipicu insiden yang terjadi pada Rabu siang
(14/03/2012) di daerah Sui Jawi, tepatnya di Jl. KH Wahid Hasyim, Kalbar
ketika seorang aktivis Dayak memasang spanduk penolakan FPI yang
mengatasnamakan organisasi pemuda dayak, spanduk tersebut dipasang di
halaman asrama “PANGSUMA” (sebelumnya tertulis PANAMA) yang merupakan asrama perkumpulan Mahasiswa Dayak.
Salah seorang anggota FPI yang kebetulan
melintas dan melihat spanduk tersebut, meminta agar spanduk diturunkan,
namun pemilik spanduk justru melawan laskar FPI tersebut dengan nada
menantang. Anggota FPI yang lain beserta polisi pun mulai berdatangan.
Oleh pihak kepolisian, spanduk tersebut diminta untuk diturunkan, namun
pemilik spanduk tersebut tetap melawan polisi tersebut. Massa yang tak
suka ulah Dayak pun geram lalu merebut dan menurunkan paksa spanduk
tersebut dan berusaha memasuki asrama. Namun hal tersebut dibubarkan
paksa oleh polisi. Aktivis dayak provokator itu pun lalu diamankan oleh
kepolisian. Akibat peristiwa ini, mengundang keributan yang lebih besar
hingga akhirnya membuat warga muslim berhadap-hadapan dengan warga
Dayak.
Masyarakat muslim yang bersimpati kepada
FPI tidak berhenti berdatangan dari berbagai penjuru kota, bahkan luar
kota. Hingga Rabu sore hari (14/03/201) mereka mengepung asrama
“PANGSUMA” yang berisikan para aktivis perkumpulan mahasiswa Dayak.
Asrama lalu dijaga ketat oleh pasukan anti huru-hara berpakaian lengkap.
Para mahasiswa dayak itu pun terkepung selama 3 jam hingga akhirnya
dievakuasi oleh pihak kepolisian untuk dibawa ke rumah adat Dayak
Kalimantan Barat yang merupakan “markas” pemuda-pemuda Dayak di Kota
Pontianak. Jalan-jalan menuju akses kota Pontianak pun mulai diblokir
untuk mengantisipasi datangnya masyarakat menuju lokasi Asrama.
Melihat kondisi yang begitu memanas, maka
pada malam tersebut diadakanlah pertemuan yang dimpimpin oleh Wakapolda
Kalbar Komisaris Besar Syafarudin. Dihadiri Wakil Walikota Pontianak –
Paryadi, Kapolresta Pontianak Kombes Muharrom Riyadi, Dandim Pontianak
Letkol Bima Yoga dan Dewan Adat Dayak Yakobus Kumis, serta Ketua DPD FPI
Pontianak Ishak Ali Al Muntahar. Malam itu sebenarnya diputuskan bahwa
dari pihak Dayak dan FPI sepakat untuk saling menahan diri. Namun entah
mengapa sampai saat ini ketegangan antara dua kubu belum juga mereda.Pontianak – KabarNet: Situasi Kota Pontianak, Kalimatan Barat saat ini dalam kondisi mencekam. FPI Pontianak, diinformasikan sedang diserang warga Dayak, bahkan dikabarkan kedua kubu saat ini dalam kondisi sudah berhadap-hadapan. Tepatnya pada waktu ashar tadi, Kamis (15/3/12), Sultan Pontianak pun ikut turun ke lapangan ditengah-tengah warga muslim yang sedang berhadapan dengan warga Dayak dari luar Pontianak yang akan menyerang.
Saat ini massa Umat Islam dan FPI
telah berkumpul di lapangan YARSI, demikian pula ribuan warga Dayak,
bahkan diberitakan sejumlah kendaraan truk telah berkumpul di Rumah
Betang Pontianak (sebelumnya tertulis 200 truk). Pihak Aparat harus segera merespon keadaan ini sebelum timbul kerusuhan besar yang bernuansa SARA. Hingga berita ini diturunkan, belum ada keterangan dari pihak aparat. Demikian informasi yang diterima KabarNet beberapa saat lalu.
Gejala keributan ini
sudah terindikasi sejak beberapa hari lalu. Aksi tersebut adalah
kelanjutan dari aksi hari sebelumnya. Kemarin, puluhan mahasiswa Dayak
melakukan aksi dengan memasang spanduk penolakan terhadap FPI. Umat
Islam Kalbar tidak terima dengan kelakuan sekelompok mahasiswa itu.
Lantas mereka menurunkan spanduk-spanduk penolakan terhadap FPI,
sehingga terjadilah konflik antara mahasiswa Dayak yang telah
terprovokasi dengan umat Islam Dayak..
Setelah mahasiswa Dayak itu mundur karena
jumlah mereka sedikit, ternyata sekitar seribu warga Dayak yang sudah
disiapkan, balik menyerang umat Islam. Orang Dayak yang membawa senjata
tajam itu berkumpul di daerah Sungai Jawi, Pontianak Barat, Rabu
(14/3/2012) sekitar pukul 17.00 WIB.
Sebelumnya, Voa-Islam.COM
memberitakan. Rabu malam (14/03/2012), Kota Pontianak mencekam.
Jalan-jalan utama menuju kota Pontianak diblokir oleh ratusan TNI dan
Polri. Kejadian ini dipicu insiden yang terjadi pada Rabu siang
(14/03/2012) di daerah Sui Jawi, tepatnya di Jl. KH Wahid Hasyim, Kalbar
ketika seorang aktivis Dayak memasang spanduk penolakan FPI yang
mengatasnamakan organisasi pemuda dayak, spanduk tersebut dipasang di
halaman asrama “PANGSUMA” (sebelumnya tertulis PANAMA) yang merupakan asrama perkumpulan Mahasiswa Dayak.
Salah seorang anggota FPI yang kebetulan
melintas dan melihat spanduk tersebut, meminta agar spanduk diturunkan,
namun pemilik spanduk justru melawan laskar FPI tersebut dengan nada
menantang. Anggota FPI yang lain beserta polisi pun mulai berdatangan.
Oleh pihak kepolisian, spanduk tersebut diminta untuk diturunkan, namun
pemilik spanduk tersebut tetap melawan polisi tersebut. Massa yang tak
suka ulah Dayak pun geram lalu merebut dan menurunkan paksa spanduk
tersebut dan berusaha memasuki asrama. Namun hal tersebut dibubarkan
paksa oleh polisi. Aktivis dayak provokator itu pun lalu diamankan oleh
kepolisian. Akibat peristiwa ini, mengundang keributan yang lebih besar
hingga akhirnya membuat warga muslim berhadap-hadapan dengan warga
Dayak.
Masyarakat muslim yang bersimpati kepada
FPI tidak berhenti berdatangan dari berbagai penjuru kota, bahkan luar
kota. Hingga Rabu sore hari (14/03/201) mereka mengepung asrama
“PANGSUMA” yang berisikan para aktivis perkumpulan mahasiswa Dayak.
Asrama lalu dijaga ketat oleh pasukan anti huru-hara berpakaian lengkap.
Para mahasiswa dayak itu pun terkepung selama 3 jam hingga akhirnya
dievakuasi oleh pihak kepolisian untuk dibawa ke rumah adat Dayak
Kalimantan Barat yang merupakan “markas” pemuda-pemuda Dayak di Kota
Pontianak. Jalan-jalan menuju akses kota Pontianak pun mulai diblokir
untuk mengantisipasi datangnya masyarakat menuju lokasi Asrama.
Melihat kondisi yang begitu memanas, maka
pada malam tersebut diadakanlah pertemuan yang dimpimpin oleh Wakapolda
Kalbar Komisaris Besar Syafarudin. Dihadiri Wakil Walikota Pontianak –
Paryadi, Kapolresta Pontianak Kombes Muharrom Riyadi, Dandim Pontianak
Letkol Bima Yoga dan Dewan Adat Dayak Yakobus Kumis, serta Ketua DPD FPI
Pontianak Ishak Ali Al Muntahar. Malam itu sebenarnya diputuskan bahwa
dari pihak Dayak dan FPI sepakat untuk saling menahan diri. Namun entah
mengapa sampai saat ini ketegangan antara dua kubu belum juga mereda.Tepatnya pada waktu ashar tadi, Kamis (15/3/12), Sultan Pontianak pun ikut turun ke lapangan ditengah-tengah warga muslim yang sedang berhadapan dengan warga Dayak dari luar Pontianak yang akan menyerang.
Saat ini massa Umat Islam dan FPI
telah berkumpul di lapangan YARSI, demikian pula ribuan warga Dayak,
bahkan diberitakan sejumlah kendaraan truk telah berkumpul di Rumah
Betang Pontianak (sebelumnya tertulis 200 truk). Pihak Aparat harus segera merespon keadaan ini sebelum timbul kerusuhan besar yang bernuansa SARA. Hingga berita ini diturunkan, belum ada keterangan dari pihak aparat. Demikian informasi yang diterima KabarNet beberapa saat lalu.
Gejala keributan ini
sudah terindikasi sejak beberapa hari lalu. Aksi tersebut adalah
kelanjutan dari aksi hari sebelumnya. Kemarin, puluhan mahasiswa Dayak
melakukan aksi dengan memasang spanduk penolakan terhadap FPI. Umat
Islam Kalbar tidak terima dengan kelakuan sekelompok mahasiswa itu.
Lantas mereka menurunkan spanduk-spanduk penolakan terhadap FPI,
sehingga terjadilah konflik antara mahasiswa Dayak yang telah
terprovokasi dengan umat Islam Dayak..
Setelah mahasiswa Dayak itu mundur karena
jumlah mereka sedikit, ternyata sekitar seribu warga Dayak yang sudah
disiapkan, balik menyerang umat Islam. Orang Dayak yang membawa senjata
tajam itu berkumpul di daerah Sungai Jawi, Pontianak Barat, Rabu
(14/3/2012) sekitar pukul 17.00 WIB.
Sebelumnya, Voa-Islam.COM
memberitakan. Rabu malam (14/03/2012), Kota Pontianak mencekam.
Jalan-jalan utama menuju kota Pontianak diblokir oleh ratusan TNI dan
Polri. Kejadian ini dipicu insiden yang terjadi pada Rabu siang
(14/03/2012) di daerah Sui Jawi, tepatnya di Jl. KH Wahid Hasyim, Kalbar
ketika seorang aktivis Dayak memasang spanduk penolakan FPI yang
mengatasnamakan organisasi pemuda dayak, spanduk tersebut dipasang di
halaman asrama “PANGSUMA” (sebelumnya tertulis PANAMA) yang merupakan asrama perkumpulan Mahasiswa Dayak.
Salah seorang anggota FPI yang kebetulan
melintas dan melihat spanduk tersebut, meminta agar spanduk diturunkan,
namun pemilik spanduk justru melawan laskar FPI tersebut dengan nada
menantang. Anggota FPI yang lain beserta polisi pun mulai berdatangan.
Oleh pihak kepolisian, spanduk tersebut diminta untuk diturunkan, namun
pemilik spanduk tersebut tetap melawan polisi tersebut. Massa yang tak
suka ulah Dayak pun geram lalu merebut dan menurunkan paksa spanduk
tersebut dan berusaha memasuki asrama. Namun hal tersebut dibubarkan
paksa oleh polisi. Aktivis dayak provokator itu pun lalu diamankan oleh
kepolisian. Akibat peristiwa ini, mengundang keributan yang lebih besar
hingga akhirnya membuat warga muslim berhadap-hadapan dengan warga
Dayak.
Masyarakat muslim yang bersimpati kepada
FPI tidak berhenti berdatangan dari berbagai penjuru kota, bahkan luar
kota. Hingga Rabu sore hari (14/03/201) mereka mengepung asrama
“PANGSUMA” yang berisikan para aktivis perkumpulan mahasiswa Dayak.
Asrama lalu dijaga ketat oleh pasukan anti huru-hara berpakaian lengkap.
Para mahasiswa dayak itu pun terkepung selama 3 jam hingga akhirnya
dievakuasi oleh pihak kepolisian untuk dibawa ke rumah adat Dayak
Kalimantan Barat yang merupakan “markas” pemuda-pemuda Dayak di Kota
Pontianak. Jalan-jalan menuju akses kota Pontianak pun mulai diblokir
untuk mengantisipasi datangnya masyarakat menuju lokasi Asrama.
Melihat kondisi yang begitu memanas, maka
pada malam tersebut diadakanlah pertemuan yang dimpimpin oleh Wakapolda
Kalbar Komisaris Besar Syafarudin. Dihadiri Wakil Walikota Pontianak –
Paryadi, Kapolresta Pontianak Kombes Muharrom Riyadi, Dandim Pontianak
Letkol Bima Yoga dan Dewan Adat Dayak Yakobus Kumis, serta Ketua DPD FPI
Pontianak Ishak Ali Al Muntahar. Malam itu sebenarnya diputuskan bahwa
dari pihak Dayak dan FPI sepakat untuk saling menahan diri. Namun entah
mengapa sampai saat ini ketegangan antara dua kubu belum juga mereda.
1 comments:
Post a Comment