Saturday 17 March 2012

Pontianak Mencekam, Warga Dayak Serang FPI

 Situasi Kota Pontianak, Kalimatan Barat saat ini dalam kondisi mencekam. FPI Pontianak, diinformasikan sedang diserang warga Dayak, bahkan dikabarkan kedua kubu saat ini dalam kondisi sudah berhadap-hadapan.

Pontianak – KabarNet: Situasi Kota Pontianak, Kalimatan Barat saat ini dalam kondisi mencekam. FPI Pontianak, diinformasikan sedang diserang warga Dayak, bahkan dikabarkan kedua kubu saat ini dalam kondisi sudah berhadap-hadapan. Tepatnya pada waktu ashar tadi, Kamis (15/3/12), Sultan Pontianak pun ikut turun ke lapangan ditengah-tengah warga muslim yang sedang berhadapan dengan warga Dayak dari luar Pontianak yang akan menyerang.

Saat ini massa Umat Islam dan FPI telah berkumpul di lapangan YARSI, demikian pula ribuan warga Dayak, bahkan diberitakan sejumlah kendaraan truk telah berkumpul di Rumah Betang Pontianak (sebelumnya tertulis 200 truk). Pihak Aparat harus segera merespon keadaan ini sebelum timbul kerusuhan besar yang bernuansa SARA. Hingga berita ini diturunkan, belum ada keterangan dari pihak aparat. Demikian informasi yang diterima KabarNet beberapa saat lalu.
Gejala keributan ini sudah terindikasi sejak beberapa hari lalu. Aksi tersebut adalah kelanjutan dari aksi hari sebelumnya. Kemarin, puluhan mahasiswa Dayak melakukan aksi dengan memasang spanduk penolakan terhadap FPI. Umat Islam Kalbar tidak terima dengan kelakuan sekelompok mahasiswa itu. Lantas mereka menurunkan spanduk-spanduk penolakan terhadap FPI, sehingga terjadilah konflik antara mahasiswa Dayak yang telah terprovokasi dengan umat Islam Dayak..
Setelah mahasiswa Dayak itu mundur karena jumlah mereka sedikit, ternyata sekitar seribu warga Dayak yang sudah disiapkan, balik menyerang umat Islam. Orang Dayak yang membawa senjata tajam itu berkumpul di daerah Sungai Jawi, Pontianak Barat, Rabu (14/3/2012) sekitar pukul 17.00 WIB.
Sebelumnya, Voa-Islam.COM memberitakan. Rabu malam (14/03/2012), Kota Pontianak mencekam. Jalan-jalan utama menuju kota Pontianak diblokir oleh ratusan TNI dan Polri. Kejadian ini dipicu insiden yang terjadi pada Rabu siang (14/03/2012) di daerah Sui Jawi, tepatnya di Jl. KH Wahid Hasyim, Kalbar ketika seorang aktivis Dayak memasang spanduk penolakan FPI yang mengatasnamakan organisasi pemuda dayak, spanduk tersebut dipasang di halaman asrama “PANGSUMA” (sebelumnya tertulis PANAMA) yang merupakan asrama perkumpulan Mahasiswa Dayak.
Salah seorang anggota FPI yang kebetulan melintas dan melihat spanduk tersebut, meminta agar spanduk diturunkan, namun pemilik spanduk justru melawan laskar FPI tersebut dengan nada menantang. Anggota FPI yang lain beserta polisi pun mulai berdatangan. Oleh pihak kepolisian, spanduk tersebut diminta untuk diturunkan, namun pemilik spanduk tersebut tetap melawan polisi tersebut. Massa yang tak suka ulah Dayak pun geram lalu merebut dan menurunkan paksa spanduk tersebut dan berusaha memasuki asrama. Namun hal tersebut dibubarkan paksa oleh polisi. Aktivis dayak provokator itu pun lalu diamankan oleh kepolisian. Akibat peristiwa ini, mengundang keributan yang lebih besar hingga akhirnya membuat warga muslim berhadap-hadapan dengan warga Dayak.
Masyarakat muslim yang bersimpati kepada FPI tidak berhenti berdatangan dari berbagai penjuru kota, bahkan luar kota. Hingga Rabu sore hari (14/03/201) mereka mengepung asrama “PANGSUMA” yang berisikan para aktivis perkumpulan mahasiswa Dayak. Asrama lalu dijaga ketat oleh pasukan anti huru-hara berpakaian lengkap. Para mahasiswa dayak itu pun terkepung selama 3 jam hingga akhirnya dievakuasi oleh pihak kepolisian untuk dibawa ke rumah adat Dayak Kalimantan Barat yang merupakan “markas” pemuda-pemuda Dayak di Kota Pontianak. Jalan-jalan menuju akses kota Pontianak pun mulai diblokir untuk mengantisipasi datangnya masyarakat menuju lokasi Asrama.
Melihat kondisi yang begitu memanas, maka pada malam tersebut diadakanlah pertemuan yang dimpimpin oleh Wakapolda Kalbar Komisaris Besar Syafarudin. Dihadiri Wakil Walikota Pontianak – Paryadi, Kapolresta Pontianak Kombes Muharrom Riyadi, Dandim Pontianak Letkol Bima Yoga dan Dewan Adat Dayak Yakobus Kumis, serta Ketua DPD FPI Pontianak Ishak Ali Al Muntahar. Malam itu sebenarnya diputuskan bahwa dari pihak Dayak dan FPI sepakat untuk saling menahan diri. Namun entah mengapa sampai saat ini ketegangan antara dua kubu belum juga mereda.

Pontianak – KabarNet: Situasi Kota Pontianak, Kalimatan Barat saat ini dalam kondisi mencekam. FPI Pontianak, diinformasikan sedang diserang warga Dayak, bahkan dikabarkan kedua kubu saat ini dalam kondisi sudah berhadap-hadapan. Tepatnya pada waktu ashar tadi, Kamis (15/3/12), Sultan Pontianak pun ikut turun ke lapangan ditengah-tengah warga muslim yang sedang berhadapan dengan warga Dayak dari luar Pontianak yang akan menyerang.

Saat ini massa Umat Islam dan FPI telah berkumpul di lapangan YARSI, demikian pula ribuan warga Dayak, bahkan diberitakan sejumlah kendaraan truk telah berkumpul di Rumah Betang Pontianak (sebelumnya tertulis 200 truk). Pihak Aparat harus segera merespon keadaan ini sebelum timbul kerusuhan besar yang bernuansa SARA. Hingga berita ini diturunkan, belum ada keterangan dari pihak aparat. Demikian informasi yang diterima KabarNet beberapa saat lalu.
Gejala keributan ini sudah terindikasi sejak beberapa hari lalu. Aksi tersebut adalah kelanjutan dari aksi hari sebelumnya. Kemarin, puluhan mahasiswa Dayak melakukan aksi dengan memasang spanduk penolakan terhadap FPI. Umat Islam Kalbar tidak terima dengan kelakuan sekelompok mahasiswa itu. Lantas mereka menurunkan spanduk-spanduk penolakan terhadap FPI, sehingga terjadilah konflik antara mahasiswa Dayak yang telah terprovokasi dengan umat Islam Dayak..
Setelah mahasiswa Dayak itu mundur karena jumlah mereka sedikit, ternyata sekitar seribu warga Dayak yang sudah disiapkan, balik menyerang umat Islam. Orang Dayak yang membawa senjata tajam itu berkumpul di daerah Sungai Jawi, Pontianak Barat, Rabu (14/3/2012) sekitar pukul 17.00 WIB.
Sebelumnya, Voa-Islam.COM memberitakan. Rabu malam (14/03/2012), Kota Pontianak mencekam. Jalan-jalan utama menuju kota Pontianak diblokir oleh ratusan TNI dan Polri. Kejadian ini dipicu insiden yang terjadi pada Rabu siang (14/03/2012) di daerah Sui Jawi, tepatnya di Jl. KH Wahid Hasyim, Kalbar ketika seorang aktivis Dayak memasang spanduk penolakan FPI yang mengatasnamakan organisasi pemuda dayak, spanduk tersebut dipasang di halaman asrama “PANGSUMA” (sebelumnya tertulis PANAMA) yang merupakan asrama perkumpulan Mahasiswa Dayak.
Salah seorang anggota FPI yang kebetulan melintas dan melihat spanduk tersebut, meminta agar spanduk diturunkan, namun pemilik spanduk justru melawan laskar FPI tersebut dengan nada menantang. Anggota FPI yang lain beserta polisi pun mulai berdatangan. Oleh pihak kepolisian, spanduk tersebut diminta untuk diturunkan, namun pemilik spanduk tersebut tetap melawan polisi tersebut. Massa yang tak suka ulah Dayak pun geram lalu merebut dan menurunkan paksa spanduk tersebut dan berusaha memasuki asrama. Namun hal tersebut dibubarkan paksa oleh polisi. Aktivis dayak provokator itu pun lalu diamankan oleh kepolisian. Akibat peristiwa ini, mengundang keributan yang lebih besar hingga akhirnya membuat warga muslim berhadap-hadapan dengan warga Dayak.
Masyarakat muslim yang bersimpati kepada FPI tidak berhenti berdatangan dari berbagai penjuru kota, bahkan luar kota. Hingga Rabu sore hari (14/03/201) mereka mengepung asrama “PANGSUMA” yang berisikan para aktivis perkumpulan mahasiswa Dayak. Asrama lalu dijaga ketat oleh pasukan anti huru-hara berpakaian lengkap. Para mahasiswa dayak itu pun terkepung selama 3 jam hingga akhirnya dievakuasi oleh pihak kepolisian untuk dibawa ke rumah adat Dayak Kalimantan Barat yang merupakan “markas” pemuda-pemuda Dayak di Kota Pontianak. Jalan-jalan menuju akses kota Pontianak pun mulai diblokir untuk mengantisipasi datangnya masyarakat menuju lokasi Asrama.
Melihat kondisi yang begitu memanas, maka pada malam tersebut diadakanlah pertemuan yang dimpimpin oleh Wakapolda Kalbar Komisaris Besar Syafarudin. Dihadiri Wakil Walikota Pontianak – Paryadi, Kapolresta Pontianak Kombes Muharrom Riyadi, Dandim Pontianak Letkol Bima Yoga dan Dewan Adat Dayak Yakobus Kumis, serta Ketua DPD FPI Pontianak Ishak Ali Al Muntahar. Malam itu sebenarnya diputuskan bahwa dari pihak Dayak dan FPI sepakat untuk saling menahan diri. Namun entah mengapa sampai saat ini ketegangan antara dua kubu belum juga mereda.

Tepatnya pada waktu ashar tadi, Kamis (15/3/12), Sultan Pontianak pun ikut turun ke lapangan ditengah-tengah warga muslim yang sedang berhadapan dengan warga Dayak dari luar Pontianak yang akan menyerang.

Saat ini massa Umat Islam dan FPI telah berkumpul di lapangan YARSI, demikian pula ribuan warga Dayak, bahkan diberitakan sejumlah kendaraan truk telah berkumpul di Rumah Betang Pontianak (sebelumnya tertulis 200 truk). Pihak Aparat harus segera merespon keadaan ini sebelum timbul kerusuhan besar yang bernuansa SARA. Hingga berita ini diturunkan, belum ada keterangan dari pihak aparat. Demikian informasi yang diterima KabarNet beberapa saat lalu.
Gejala keributan ini sudah terindikasi sejak beberapa hari lalu. Aksi tersebut adalah kelanjutan dari aksi hari sebelumnya. Kemarin, puluhan mahasiswa Dayak melakukan aksi dengan memasang spanduk penolakan terhadap FPI. Umat Islam Kalbar tidak terima dengan kelakuan sekelompok mahasiswa itu. Lantas mereka menurunkan spanduk-spanduk penolakan terhadap FPI, sehingga terjadilah konflik antara mahasiswa Dayak yang telah terprovokasi dengan umat Islam Dayak..
Setelah mahasiswa Dayak itu mundur karena jumlah mereka sedikit, ternyata sekitar seribu warga Dayak yang sudah disiapkan, balik menyerang umat Islam. Orang Dayak yang membawa senjata tajam itu berkumpul di daerah Sungai Jawi, Pontianak Barat, Rabu (14/3/2012) sekitar pukul 17.00 WIB.
Sebelumnya, Voa-Islam.COM memberitakan. Rabu malam (14/03/2012), Kota Pontianak mencekam. Jalan-jalan utama menuju kota Pontianak diblokir oleh ratusan TNI dan Polri. Kejadian ini dipicu insiden yang terjadi pada Rabu siang (14/03/2012) di daerah Sui Jawi, tepatnya di Jl. KH Wahid Hasyim, Kalbar ketika seorang aktivis Dayak memasang spanduk penolakan FPI yang mengatasnamakan organisasi pemuda dayak, spanduk tersebut dipasang di halaman asrama “PANGSUMA” (sebelumnya tertulis PANAMA) yang merupakan asrama perkumpulan Mahasiswa Dayak.
Salah seorang anggota FPI yang kebetulan melintas dan melihat spanduk tersebut, meminta agar spanduk diturunkan, namun pemilik spanduk justru melawan laskar FPI tersebut dengan nada menantang. Anggota FPI yang lain beserta polisi pun mulai berdatangan. Oleh pihak kepolisian, spanduk tersebut diminta untuk diturunkan, namun pemilik spanduk tersebut tetap melawan polisi tersebut. Massa yang tak suka ulah Dayak pun geram lalu merebut dan menurunkan paksa spanduk tersebut dan berusaha memasuki asrama. Namun hal tersebut dibubarkan paksa oleh polisi. Aktivis dayak provokator itu pun lalu diamankan oleh kepolisian. Akibat peristiwa ini, mengundang keributan yang lebih besar hingga akhirnya membuat warga muslim berhadap-hadapan dengan warga Dayak.
Masyarakat muslim yang bersimpati kepada FPI tidak berhenti berdatangan dari berbagai penjuru kota, bahkan luar kota. Hingga Rabu sore hari (14/03/201) mereka mengepung asrama “PANGSUMA” yang berisikan para aktivis perkumpulan mahasiswa Dayak. Asrama lalu dijaga ketat oleh pasukan anti huru-hara berpakaian lengkap. Para mahasiswa dayak itu pun terkepung selama 3 jam hingga akhirnya dievakuasi oleh pihak kepolisian untuk dibawa ke rumah adat Dayak Kalimantan Barat yang merupakan “markas” pemuda-pemuda Dayak di Kota Pontianak. Jalan-jalan menuju akses kota Pontianak pun mulai diblokir untuk mengantisipasi datangnya masyarakat menuju lokasi Asrama.
Melihat kondisi yang begitu memanas, maka pada malam tersebut diadakanlah pertemuan yang dimpimpin oleh Wakapolda Kalbar Komisaris Besar Syafarudin. Dihadiri Wakil Walikota Pontianak – Paryadi, Kapolresta Pontianak Kombes Muharrom Riyadi, Dandim Pontianak Letkol Bima Yoga dan Dewan Adat Dayak Yakobus Kumis, serta Ketua DPD FPI Pontianak Ishak Ali Al Muntahar. Malam itu sebenarnya diputuskan bahwa dari pihak Dayak dan FPI sepakat untuk saling menahan diri. Namun entah mengapa sampai saat ini ketegangan antara dua kubu belum juga mereda.

Newer Post Older Post Home

1 comments:

This comment has been removed by a blog administrator.

Post a Comment